Minggu, 12 Desember 2010

TEKNIK LAPANG PADA EKOLOGI TUMBUHAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, tersebar dari Sabang hingga ke Merauke. Sejumlah besar (lebih dari 10.000 buah) dari pulau-pulau tersebut adalah merupakan pulau-pulau berukuran kecil, memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang tinggi. Hal ini terjadi karena keadaan alam yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu tempat ke tempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumber daya hayati dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem, yang masing-masing menampilkan kekhususan pula dalam kehidupan jenis-jenis yang terdapat didalamnya. Sebagian besar hutan-hutan di Indonesia termasuk dalam Hutan Hujan Tropis, yang merupakan masyarakat yang kompleks, tempat yang menyediakan pohon dari berbagai ukuran. Di dalam kanopi iklim mikro berbeda dengan keadaan sekitarnya; cahaya lebih sedikit, kelembaban sangat tinggi, dan temperatur lebih rendah. Pohon-pohon kecil berkembang dalam naungan pohon yang lebih besar, di dalam iklim mikro inilah terjadi pertumbuhan. Di dalam lingkungan pohon-pohon dengan iklim mikro dari kanopi berkembang juga tumbuhan yang lain seperti pemanjat, epifit, tumbuhan pencekik, parasit dan saprofit. Pohon-pohon dan banyak tumbuhan lain berakar menyerap unsur hara dan air pada tanah. Daun-daun yang gugur, ranting, cabang, dan bagian lain yang tersedia menjadi makanan untuk sejumlah inang hewan invertebrata, seperti rayap juga untuk jamur dan bakteri. Unsur hara dikembalikan ke tanah lewat pembusukan dari bagian yang gugur dan dengan pencucian daun-daun oleh air hujan. Ini merupakan ciri hutan hujan tropis persediaan unsur hara total sebagian besar terdapat dalam tumbuhan; secara relatif kecil disimpan dalam tanah (Withmore, 1975).
Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi merupakan suatu koleksi yang unik dan mempunyai potensi genetik yang besar pula. Namun hutan yang merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil kayunya. Eksploitasi ini menyebabkan berkurangnya luasan hutan dengan sangat cepat. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan hutan secara besar-besaran untuk lahan pemukiman, perindustrian, pertambangan, pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran hutan yang selalu terjadi di sepanjang tahun. Dampak dari eksploitasi telah merubah struktur hutan sehingga banjir terjadi pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Dengan demikian jelas terlihat bahwa fungsi hutan sebagai pengatur tata air telah terganggu dan telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Hutan sebagai ekosistem harus dapat dipertahankan kualitas dan kuantitasnya dengan cara pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem hutan. Pemanfaatan ekosistem hutan akan tetap dilaksanakan dengan mempertimbangkan kehadiran keseluruhan fungsinya. Pengelolaan hutan yang hanya mempertimbangkan salah satu fungsi saja akan menyebabkan kerusakan hutan.
Untuk mengetahui potensi dari suatu lingkungan tertentu maka kita harus mengetahui
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja metode dalam ekologi tumbuhan?
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui metode apa saja yang dilakukan dalam ekologi tumbuhan.









BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Metode Teknik Lapang Ekologi Tumbuhan.
2.1.1 Pengukuran Suhu, pH dan Kelembaban pada Tanah dan Udara.
A. Tanah
Pengukuran Suhu Tanah
Pengukuran suhu tanah dalam klimatologi harus di hindarkan dari beberapa gangguan, baik itu gangguan likal maupun gangguan lain. Gangguan-gangguan itu adalah sebagai berikut :
a) Pengaruh radiasi matahari langsung dan pantulannya oleh benda-benda sekitar.
b) Gangguan tetesan air hujan.
c) Tiupan angina yang terlalu kuat.
d) Pengaruh local gradient suhu tanah akibat pemanasan dan pendinginan permukaan tanah setempat.
Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah juga disebut intensitas panas dalam tanah dalam satuan derajat Celcius, derajat Fahrenhait, derajat Kelvin dan lain-lain.
Pada teknik lapang ekologi tumbuhan, untuk mengetahui potensi tanah dalam suatu lahan maka pemahaman terhadap suhu tanah sangat diperlukan, dengan demikian dapat dilakukan pengukuran suhu tanah dengan menggunakan Soil Tester.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi Suhu Tanah
Suhu tanah dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Semua panas tanah berasal dari dua sumber yakni : radiasi matahari dan awan dan konduksi dari dalam bumi. Kedua factor eksternal (lingkungan) dan internal (tanah) menyumbang perubahan-perubahan suhu tanah.
1. Faktor lingkungan
Radiasi Matahari . jumlah panas Matahari yang mencapai Bumi adalah 2,0 g kalori/cm/detik (2 laangley/menit). Jumlah radiasi ini bergantung pada sudut permukaan bumi dengan Matahari, lintang, musim, ketinggian tempat, penguapan udara, awan asap, salju, tumbuhan-tumbuhan dan mulsa.
Radiasi dari Awan. Pada Negara tropis sinar Matahari melewati atmosfir secara lebih dekat vertical dan sedikit kehilangan energinya. Dengan demikian radiasi dari awan pada kondisi ini kecil.
Konduksi panas dari atmosfir. Karena konduksi panas melalui udara kecil, pengaruh utamanya terhadap tanah hanya melalui sentuhan. Ini berarti konveksi melalui udara dan awan penting untuk memanaskan tanah melalui konduksi dari atmosfir.
Kondensesi , Kondensesi adalah proses eksotermik.
Penguapan. Evaporasi adalah proses endotermik. Bila evaporasi lebih besar tanah lebih dingin.
Curah Hujan. Bergantung pada suhunya dapat mendinginkan atau menghangatkan tanah.
Vegetasi. Transpirasi air, refleksi atau radiasi kembali dan energy yang digunakan untuk fotosintesis tanaman cenderung menurunkan suhu mikroklimat dan tanah secara tidak langsung.
2. Factor tanah
Faktor tanah yang mempengaruhi suhu tanah meliputi :
Keterhantaran atau difusivitas tanah
Kapasitas tanah
Aktivitas Biologi
Radiasi Matahari
Struktur, tekstur, dan kelembaban
Garam-garam terlarut

Pengukuran pH Tanah
Untuk melakukan pengukuran pH tanah pada umumnya reaksi tanah baik tanah gambut maupun tanah mineral menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion Hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion‑ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya sebanding dengan banyaknya H+. Pada tanah‑tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-. Sedangkan pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+.
Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH. 7.Bila tanah terlalu asam atau terlalu basa maka tanaman akan tumbuh kurang sempurna sekalipun masih bisa tumbuh dan menghasilkan buah. Memang ada beberapa tanaman tertentu yang senang di tanah asam ataupun basa. Ketersediaan unsur hara makro di dalam tanah ini sedikit sedangkan hara mikro seperti Besi dan Aluminium tinggi.
Hal ini mengakibatkan tanaman kekurangan hara dan keracunan. Salah satu upaya yang ditempuh dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki lahan masam adalah dengan menurunkan keasaman dan meningkatkan kejenuhan basa yang diperoleh dengan pemberian kapur serta pemupukan. Dengan adanya peningkatan kejenuhan basa,maka pH tanah naik dan unsur hara relatif lebih mudah tersedia.
Pengukuran Kelembaban Tanah
Kelembaban tanah adalah banyaknya kandungan air yang terdapat dan terkandung dalam suatu tanah di alam. Kelembaban tanah ditunjukkan sebagai potensial air tanah yang sangat penting untuk mempengaruhi pertumbuhan dan status bagian tanaman. Alat untuk mengukur kelembaban tanah disebut hygrometer.

B. Udara
Suhu Udara
Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara. Alat untuk mengukur suhu udara atau derajad panas disebut termometer. Pengukuran biasa dinyatakan dalam skala Celsius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F). Suhu udara tertinggi di permukaan bumi adalah di daerah tropis (sekitar ekuator) dan makin ke kutub makin dingin.
Pada waktu kita mendaki gunung, suhu udara terasa dingin saat ketinggian bertambah. Tiap kenaikan bertambah 100 meter, suhu udara berkurang (turun) rata-rata 0,6°C. Penurunan suhu semacam ini disebut gradien temperatur vertikal atau lapse rate. Pada udara kering, besar lapse rate adalah 1°C.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara suatu daerah:
Lama penyinaran matahari
Lamanya penyinaran matahari membuat tinggi temperatur. Semakin miring sinar matahari semakin berkurang panasnya. Semakin tinggi tempat semakin rendah suhunya. Keadaan tanah, tanah yang licin dan putih banyak memantulkan panas. Tanah yang hitam dan kasar banyak menyerap panas. Daratan cepat menerima dan melepaskan panas dibandingkan lautan.
Sudut datang sinar matahari
Relief permukaan bumi
Banyak sedikitnya awan
Perbedaan letak lintang
Sifat permukaan bumi
Kelembaban Udara
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau apda kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada keadaan jenuh) tergantung pada suhu udara Defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap aktual.

2.1.2 Peta Vegetasi
Analisis Vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977). Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuhtumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode Berpetak (Teknik sampling kuadrat : petak tunggal atau ganda, Metode Jalur, Metode Garis Berpetak) dan Metode Tanpa Petak (Metode berpasangan acak, Titik pusat kwadran, Metode titik sentuh, Metode garis sentuh, Metode
Bitterlich) (Kusuma, 1997). Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Mueller-Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu. Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan. Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan mempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis-jenis dengan perubahan faktor lingkungan.

2.1.3 Profil Arsitektur
Profil arsitektur merupakan dasar untuk memperoleh gambaran komposisi, struktur vertical dan horizontal suatu vegetasi sehingga memberikan informasik mengenai dinamika pohon dan kondisi ekologinya. Dengan berdasarkan kepada kenampakan arsitektur, ukuran tropika maka igolongkan atas 3 golongan pohon yaitu :
a.Pohon masa mendatang (trees of future), yaitu pohon yang mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih lanjut atau pada masa mendatang. Pohon tersebut pada saat ini biasanya merupakan pohon kodominan, dan diharapkan pada masa mendatang akan menggantikan pohon yang pada saat ini dominan. (Ht b.Pohon masa kini (trees of past), yaitu pohon yang sedang berkembang penuh dan merupakan pohon yang dominan dan pohon yang menentukan didalam profil arsitektur komunitas tumbuhan saat ini. (Ht [ Hn )
c.Pohon masa lampau (tress of present ), yaitu pohon-pohon yang sudah tua dan mulai mengalami kerusakan dan selanjutnya akan mati. Biasanya pohon-pohon inik merupakan pohon yang tidak produktif lagi. (Ht = Hn ).
(Rahardjanto, 2010 )






















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah juga disebut intensitas panas dalam tanah dalam satuan derajat Celcius, derajat Fahrenhait, derajat Kelvin dan lain-lain
Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara. Alat untuk mengukur suhu udara atau derajad panas disebut termometer. Pengukuran biasa dinyatakan dalam skala Celsius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F). Suhu udara tertinggi di permukaan bumi adalah di daerah tropis (sekitar ekuator) dan makin ke kutub makin dingin.
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977). Profil arsitektur merupakan dasar untuk memperoleh gambaran komposisi, struktur vertical dan horizontal suatu vegetasi sehingga memberikan informasik mengenai dinamika pohon dan kondisi ekologinya.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan agar pembaca dapat mengambil manfaat yang dapat diterapkan dalam kehidupan kita sehingga kelak kita makalah ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita untuk dapat mengenali berbagai teknik lapang dalam ekologi tumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous,2009.AnalisaVegetasi.http://dydear.multiply.com/journal/item/Analisa_ Vegetasi.com.Di akses tanggal 27 November 2010.
Anonymous,2009. http://kwalabekala.usu.ac.id/tata-vegetasi.html
Diakses tanggal 27 November 2010
Anonymous,2009.(http://www.scribd.com/doc/19333723/DEFINISI-TANAH)
Diakses tanggal 27 November 2010
Anonymous.2010. http://pengertian-definisi.blogspot.com/2010/10/istilah-tumbuhan- vegetasi-dan-flora.html. diakses tanggal 27 November 2010
Anonymous.2010.http://irwantoforester.wordpress.com
Diakses tanggal 27 November 2010
Anonymous.2003.jiunkpe/s1/elkt/2003/jiunkpe-ns-s1-2003-23497032-8831-psikometri-chapter2.pdf. diakses tanggal 27 November 2010
Lubis, Kemala Sari.2007.http://kwalabekala.usu.ac.id/tata-vegetasi.html
Diakses tanggal 27 November 2010

TIPE-TIPE VEGETASI BAGIAN II

BAB I
PENDAHULUAN

1.1LatarBelakang.
Indonesia membentang sepanjang lebih dari 5000 km dari barat sampai ke timur dan luasan lahannya mencakup anekaragam Vegetasi lahan kering dan rawa. Penelaahan biologi, termasuk penelitian Vegetasi di Indonesia belum terlalu banyak, baru kulitnya saja, meskipun telah dimulai sejak permulaan abad ke-18. Uraian sejarah penelitian yang dilaksanakan sebelum tahun 1945 disarikan dalam buku Science and Scientists in Netherlands Indies (Honig and Verdoorn, 1945) dan kemudian Chronica Naturae, volume 106 (6) pada 1950. Penelitian Vegetasi dan ekologi, termasuk ekologi tumbuhan, terutama menyangkut eksplorasi flora dan fauna serta inventarisasi, pertelaan berdasarkan pengamatan visual, peri kehidupan, dan sampai tingkat tertentu faktor ekologi. Banyak hasil penelitian ini diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang terbit di Indonesia, antara lain Tropische Natuur, Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, Treubia, Bulletin du Jardin Botanique de Buitenzorg, dan Annales du Jardin Botanique de Buitenzorg
Perkembangan penelitian Vegetasi di Indonesia sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi pustaka yang ada mengenai Vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti serie buku Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984) berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia. Berbagai penelitian sebagian besar terfokus pada ekosistem hutan, terutama hutan pamah dipterokarp (lowland dipterocarp). Sebagian besar informasi untuk kawasan fitogeografi Malesia (Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste) telah disintesis oleh Whitmore (1984) dalam bukunya Tropical Rain Forests of the Far East. Data vegetasi biogeografi dan ekologi tentang Papua New Guinea (misalnya Paijmans, 1976; Gressitt, 1982; Johns, 1985, 1987a,b; Brouns, 1987; Grubb dan Stevens 1985) dapat diterapkan untukPapua.

1.2 Rumusan Masalah
1.Menjelaskan pengertian dari hutan pantai ?
2.Menjelaskan pengertian dari hutan mangrove ?
3.Menjelaskan pengertian dari tumbuhan air tawar ?
4. Menjelaskan pengertian dari tumbuhan air payau ?
5.Menjelaskan pengeertian dari estuariam ?
6.Menjelaskan pengertian dari terumbu karang ?

1.3Tujuan
1.Mengetahui fungsi dari hutan.
2.Mengetahui fungsi dari hutan mangrove.
3.Mengetahi jenis tumbuhan yang hidup di air tawar.
4.Mengetahui jenis tumbuhan yang hidup di air payau.
5.Mengetahui peran dari eustariam.
6.Mengetahui fungsi dari terumbu karang.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hutan Pantai
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan pantai adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhanpantai bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.
Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai, seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan pandan (Pandanus tectorius).

2.2Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Hutan mangrove memiliki ciri-ciri fisik yang unik di banding tanaman lain. Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar.
Ekosistem hutan mangrove bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan mangrove karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus, dan tempat persinggahan bagi burung-burung migran.
Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.
Luas hutan mangrove di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).
Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.


Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan mangrove Indonesia.

Hutan mangrove mempunyai peranan dan manfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya :
a.Pelindung alami yang paling kuat dan praktis untuk menahan erosi pantai.
b.Menyediakan berbagai hasil kehutanan seperti kayu bakar, alkohol, gula, bahan penyamak kulit dan sebagainya.
c.Sebagai tempat hidup dan berkembang biak ikan, udang, burung, monyet, buaya dan satwa liar lainnya.
Begitu besarnya peranan dan manfaat hutan mangrove bagi kehidupan, apabila hutan mangrove hilang maka akan timbul berbagai masalah diantaranya:
a.Terjadinya abrasi pantai
b.Dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan
c.Dapat mengakibatkan banjir
d.Perikanan laut menurun
e.Sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang

2.3 Tumbuhan air tawar
Ekosistem akuatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.Ekosistem air tawar
2.Ekosistem air laut
Ekosistem air tawar dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.Ekosistem air tenang (lentik) misalnya: danau, rawa.
2.Ekosistem air mengalir (lotik) misalnya: sungai, air terjun.

Ciri-ciri ekosistem air tawar:
a. Kadar garam/salinitasnya sangat rendah, bahkan lebih rendah dari
kadar garam protoplasma organisme akuatik.
b. Variasi suhu sangat rendah.
c. Penetrasi cahaya matahari kurang.
d. Dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
Flora ekosistem air tawar:
Hampir semua golongan tumbuhan terdapat pada ekosistem air tawar, tumbuhan tingkat tinggi (Dikotil dan Monokotil), tumbuhan tingkat rendah (jamur, ganggang biru, ganggang hijau).

Fauna ekosistem air tawar:
Hampir semua filum dari dunia hewan terdapat pada ekosistem air tawar, misalnya protozoa, spans, cacing, molluska, serangga, ikan, amfibi, reptilia, burung, mammalia. Ada yang selalu hidup di air, ada pula yang
ke air bila mencari makanan saja.
Hewan yang selalu hidup di air mempunyai cara beradaptasi dengan lingkungan yang berkadar garam rendah.
Pada ikan dimana kadar garam protoplasmanya lebih tinggi daripada air, mempunyai cara beradaptasi sebagai berikut:
- Sedikit minum, sebab air masuk ke dalam tubah secara terus-menerus melalui proses osmosis.
- Garam dari dalam air diabsorbsi melalui insang secara aktif
- Air diekskresikan melalui ginjal secara berlebihan, juga diekskresikan
melalui insang dan saluran pencernaan.

2.4 Tumbuhan air payau
Air payau adalah campuran antara air tawar dan air laut (air asin). Jika kadar garam yang dikandung dalam satu liter air adalah antara 0,5 sampai 30 gram, maka air ini disebut air payau. Namun jika lebih, disebut air asin.
Air payau ditemukan di daerah-daerah muara dan memiliki keanekaragaman hayati tersendiri. Beberapa jenis ikan yang populer di Indonesia, hidup di air payau, seperti bandeng.


2.5 Estuariam
Estuari berasal dari kata aetus yang artinya pasang-surut. Estuari didefinisikan sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, yang berhubungan dengan laut bebas. Oleh karena itu ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan air laut bercampur dengan air darat yang menyebabkan salinitasnya lebih rendah daripada air laut. Muara sungai, rawa pasang-surut, teluk di pantai dan badan air di belakang pantai pasir temasuk estuari.
Biota yang hidup di ekosistem estuari umumnya adalah percampuran antara yang hidup endemik, artinya yang hanya hidup di estuari, dengan mereka yang berasal dari laut dan beberapa yang berasal dari perairan tawar, khususnya yang mempunyai kemampuan osmoregulasi yang tinggi. Bagi kehidupan banyak biota akuatik komersial, ekosistem estuari merupakan daerah pemijahan dan asuhan. Kepiting (Scylia serrata), tiram (Crassostrea cucullata) dan banyak ikan komersial merupakan hewan estuari. Udang niaga yang hidup di laut lepas membesarkan larvanya di ekosistem ini dengan memanfaatkannya sebagai sumber makanan.
Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting antara lain :
Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat emukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
Aktifitas yang ada dalam rangka memanfaatkan potensi yang terkandung di wilayah pesisir, seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan sumberdaya tersebut justru menurunkan atau merusak potensi yang ada. Hal ini karena aktifitas-aktifitas tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir, melalui
perubahan lingkungan di wilayah tersebut. Sebagai contoh, adanya limbah buangan baik dari pemukiman maupun aktifitas industri, walaupun limbah ini mungkin tidak mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem pesisir di atas, namun kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya. Logam berat, misalnya mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau (mangrove), akan tetapi sangat berbahaya bagi kehidupan ikan dan udangudangnya (krustasea) yang hidup di hutan tersebut (Bryan, 1976).

2.6 Terumbu karang
Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbu dan karang, yang apabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan.  Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau yang hidup di dasar substrat. Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang.
Karang Terumbu (Reef) merupakan endapan pasif batu kapur (limestone), terutama kelsium karbonat (CaCO3) yang utamanya di hasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga kapur dan molusca. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air, sedangkan karang disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari ordo Scleractinia yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.
Jadi terumbu karang adalah ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.
Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora.













BAB III
KESIMPULAN

Vegetasi di definisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang belum dipengaruhi oleh manusia (Kuchler, 1967). Hutan pantai, mangrove, tumbuhan air tawar, tumbuhan air payau, estuary, dan terumbu karang merupakan contoh vegetasi.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.












DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman, M. Ilmu Ekologi, 08 september 2010 ALFABETA, CV Bandung.
Jumin, Hasan Basri. 1992. Ekologi Tanaman. Rajawali Press: Jakarta
http://zaifbio.wordpress.com/category/ekologi-tumbuhan/Diakses pada tanggal 29 September 2010
http://www.forumsains.com/biologi/ekologi-tumbuhan/.Diakses pada tanggal20 Oktober 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan/Diakses pada tanggal 29 September 2010

JENIS ENDEMIK DAN KOSMOPOLIT SERTA CARA PENYEBARANNYA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Ekologi sebagi cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya dewasa ini memiliki peranan penting bagi suatu lingkungan. Di dalam suatu lingkungan umumnya kita mendapatkan suatu tumbuhan yang hanya tumbuh di satu tempat dan tidak ditemukan di daerah lain hal ini disebut endemik yang berarti hanya terdapat di satu tempat dan penyebarannya terbatas. Terkadang kita juga menemukan satu jenis tumbuhan yang sering sekali kita jumpai tidak hanya dalam satu tempat saja hal ini disebut kosmopolit.
Ada bebeberapa hal yang mempengaruhi bagaimana suatu penyebaran makhluk hidup. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, curah hujan, jenis tanah dan topografi sangat mempengaruhi pola distribusi dari suatu makhluk hidup. Adannya faktor – faktor inilah yang menyebakan banyak tumbuhan maupun hewan memiliki biota alam yang berbeda. Misalnya saja tumbuhan lumut. Tumbuhan lumut banyak diketemukan didaerah tundra meskipun begitu lumut juga banyak diketemukan di bioma lain hal ini karena lumut bersifat kosmopolit. Berbeda dengan tumbuhan anggrek, anggrek merupakan tumbuhan yang membutuhkan sedikit cahaya matahari dengan temperature tersendiri. Olah karena itulah, kita banyak menemui tumbuhan anggrek di bioma hutan hujan tropis.

1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang dapat kami susun adalah sebagai berikut :
1.Apakah yang dimaksud dengan jenis endemik dan kosmopolit ?
2.Bagimanakah penyebaran dari jenis endemik dan kosmopolit ?
1.3Tujuan Masalah
Dalam rumusan masalah di atas terdapat beberapa tujuan dan manfaat diantaranya :
1.Memahami apakah yang dimaksud dengan jenis endemik dan kosmopolit.
2.Mengetahui bagaimana penyebaran dari jenis endemik dan kosmopolit.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jenis Endemik dan Kosmopolit
Endemik adalah Endemisme dalam ekologi adalah gejala yang dialami oleh organisme untuk menjadi unik pada satu lokasi geografi tertentu, seperti pulau, lungkang (niche), negara, atau zona ekologi tertentu. Untuk dapat dikatakan endemik suatu organisme harus ditemukan hanya di suatu tempat dan tidak ditemukan di tempat lain( Anonymous, 2010 )
Menurut pakar biologi dan ekologi, endemik atau endemis berarti eksklusif asli pada suatu tempat (biota). Suatu jenis tumbuhan dikatakan endemik apabila keberadaannya unik di suatu wilayah dan tidak ditemukan di wilayah lain secara alami. Istilah ini biasanya diterapkan pada unit geografi suatu pulau atau kelompok pulau, tetapi kadang - kadang dapat berupa negara, tipe habitat atau wilayah. Tumbuhan yang hidup pada suatu kepulauan cenderung berkembang menjadi tipe atau jenis endemik karena isolasi geografi. Jenis endemik adalah jenis yang ditemukan secara eksklusif pada suatu lokasi yang memiliki sifat-sifat spesifik, misalnya tanah serpentin ( tanah yang morfologinya berasal dari batuan ). Sedangkan jenis kosmopolit merupakan kebalikan dari jenis endemik. Artinya dapat ditemukan di tempat luas. Istilah endemik biasanya digunakan untuk daerah yang secara geografi terisolasi. Sementara kosmopolit adalah terdapat diberbagai tempat.
Endemik dan kosmopolit dalam ekologi erat kaitannya dengan flora dan fauna. Khusus di ekologi tumbuhan berkaitan erat dengan flora. Banyak yang telah mengenal tumbuhan endemik dan kosmopolit yang berada di Indonesia.
Tumbuhan endemik adalah merupakan tumbuhan yang penyebarannya terbatas di wilayah yang tidak terlalu luas, yang disebabkan oleh kondisi lingkungan setempat. Terdapat macam-macam tumbuhan endemik, antara lain :
Tumbuhan endemik benua( ruang lingkup yang hanya terdapat di suatu benua)
Tumbuhan endemik regional ( ditemukan dalam sub regional saja )
Tumbuhan endemik lokal atau setempat ( hanya terdapat disuatu tempat saja misalnya di Indonesia Bunga Raflesia arnoldi )
Tumbuhan endemik adalah tumbuhan yang daerah distribusinya sempit atau hanya terdapat di daerah tertentu, contohnya Cendana dan Raflesia arnoldi. Sementara tumbuhan kosmopolit merupakan kelompok tumbuhan yang penyebarannya diseluruh dunia. Tumbuhan kosmopolit ada tumbuhan yang daerah distribusinya luas atau terdapat dimana-mana. Contohnya rumput dan lumut.

2.1 Penyebaran Jenis Endemik dan Kosmopolit
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persebaran jenis endemik dan kosmopolit. Seperti keadaan iklim yang mencakup curah hujan, suhu, jenis tanah dan topografi. Curah hujan merupakan komponen iklim yang penting bagi sebagian besar organisme, terutama tumbuhan. Daerah tropis mempunyai curah hujan dan suhu udara yang tinggi sehingga memiliki lebih banyak spesies tumbuhan dan hewan dari pada daerah iklim sedang atau lainnya. Pada ekosistem laut, pembentukan komunitas dipengaruhi oleh faktor suhu, air, cahaya matahari, salinitas, tekanan air dan bentuk dasar laut. Iklim merupakan faktor utama yang menentukan tipe tanah maupun spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut. Sebaliknya, jenis tumbuhan yang ada menentukan jenis hewan dan mikroorganisme yang akan menghuni daerah tersebut.
Pada dasarnya iklim tergantung pada matahari. Matahari bertanggung jawab tidak hanya untuk intensitas cahaya yang tersedia untuk proses fotosintesis, tetapi juga untuk temperatur umumnya. Iklim tropis yang menerima cahaya matahari secara vertikal selama setahun penuh, mempunyai temperatur yang tingginya hampir tetap. Di daerah-daerah lainnya secara kasar temperatur berbeda-beda dalam kuatitas dan intensitas cahaya matahari pada musim yang berbeda. Temperatur di suatu daerah menentukan batas-batas yang keras terhadap jenis-jenis organisme yang dapat hidup di daerah tersebut. Karena temperatur berubah-ubah baik di daerah ketinggian (altituda) maupun garis lintang (latituda), maka daerah pegunungan cenderung menunjukan suatu variasi ketinggian dalam vegetasi dari dasar ke puncak yang serupa, seperti yang tampak bila mengadakan perjalanan pergi jauh ke arah utara (kutub utara) atau ke arah selatan (kutub selatan) dari equator.
Komponen lain yang dapat menentukan organisme apa yang dapat hidup di suatu daerah adalah kelembaban. Udara yang hangat menahan/ menyimpan kelembaban lebih banyak dari pada udara dingin, dan pada saat udara menjadi dingin beberapa dari kelembaban dapat memadat sebagai air hujan, salju atau embun. Udara yang di panas di equator akan naik atau mengembang atau menyebar luas dan menjadi dingin pada saat naik lebih tinggi di atmosfer. Hal ini membuat udara dingin melepaskan beberapa kelembabannya dan menghsilkan hujan tropis. Udara bergerak terus dan akhirnya turun masuk tanah lagi menjadi lebih hangat dan mengumpulkan lebih banyak kelembaban.
Penurunan dari udara kering ini dapat menciptakan gurun yang luas di dunia. Lebih jauh ke utara dan ke selatan digaris lintang iklim sedang. Curah hujan yang banyak diperlukan untuk mendukung pertumbuhan pohon-pohon yang besar, sedangkan curah hujan yang lebih sedikit membantu komunitas yang di dominasi oleh pohon-pohon yang lebih pendek, semak, belukar, rumput dan akhirnya kaktus atau tumbuhan gurun lainnya. Dalam keadaan yang ekstrem, kekurangan curah hujan mengakibatkan tidak ada tumbuhan sama sekali di daerah tersebut. Makin tinggi curah hujan dan temperatur di suatu daerah (tanah), makin banyak dan makin besar jumlah tumbuhan yang didukungnya. Dengan demikian iklim merupakan salah satu faktor utama terbentuknya daerah-daerah persebaran bagi tumbuhan – tumbuhan epifit dan kosmopolit.    
Keadaan dari iklim inilah menciptakan suatu lingkungan terestrial yang cenderung berubah dalam suatu pola karakteristik. Perubahan ini terjadi bertahap dan akhirnya membentuk zona – zona tertentu dan tersendiri, yang masing – masing zona membentuk bioma. Bioma dapat diartikan sebagai macam komunitas utama yang terdapat pada suatu daerah yang dapat dikenal berdasarkan kenampakannya. Di dalam suatu bioma terdapat jenis – jenis dari tumbuhan endemik dan kosmopolit yang mewarnai keaneka ragaman dalam suatu bioma. Ada berbagai bioma di dunia yaitu bioma gurun, sabana, hutan hujan tropis, hutan gugur dan savana.
a)Bioma Gurun
Bioma gurun dicirikan dengan kondisi iklim musim kering yang sangat ekstrim dengan suhu udara yang tinggi. Bioma gurun ini tersebar di Amerika Utara yang disebut praire, di Asia disebut steppa, Amerika Selatan disebut pampas, dan Afrika Selatan disebut veld. Sesuai dengan kondisi alamnya, maka tidak semua jenis vegetasi bisa tumbuh di gurun. Jenis vegetasi yang bisa bertahan hidup di daerah gurun antara lain adalah kaktus, liliaceae, aloe, Kaktus saguora, dan cholla.

b)Bioma Sabana
Bioma sabana adalah padang rumput dengan diselingi oleh gerombolan pepohonan. Berdasarkan jenis tumbuhan yang menyusunnya, sabana dibedakan menjadi dua, yaitu sabana murni dan sabana campuran.

- Sabana murni : bila pohon-pohon yang menyusunnya hanya terdiri
atas satu jenis tumbuhan saja.
- Sabana campuran : bila pohon-pohon penyusunnya terdiri dari
campuran berjenis-jenis pohon.

c)Bioma Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan merupakan bioma paling kompleks, jumlah dan jenis vegetasinya sangat banyak dan bervariasi, keadaan itu disebabkan oleh iklim mikro ( iklim yang sesuai untuk tumbuh tanaman ) yang sangat sesuai bagi kehidupan berbagai jenis tumbuhan. Iklim hutan hujan tropis dicirikan dengan musim hujan yang panjang, suhu udara, dan kelembapan udara tinggi. Terdapat beberapa lapisan vegetasi dalam hutan hujan, yaitu sebagai berikut:
a) Lapisan vegetasi yang tingginya mencapai 35-42 m, dan daunnya merupakan ”kanopi” (payung) bagi vegetasi dibawahnya.
b) Lapisan tertutup kanopi dengan ketinggian vegetasi berkisar 20-35 m, pada lapisan ini sinar matahari masih bias menembus.
c) Lapisan tertutup kanopi berkisar 4–20 m, merupakan daerah kelembapan udara relatif konstan.
d) Lapisan vegetasi dengan ketinggian berkisar 1-4 m.
e) Lapisan vegetasi dengan ketinggian antara 0-1 m, berupa anakan pohon serta semak belukar.
Bioma hutan hujan tropis tersebar di daerah antara 10º LU dan 10º LS, termasuk di dalamnya Hutan Amazon (Amerika Tengah), Afrika Barat, Madagaskar Timur, Asia Selatan (Indonesia dan Malaysia), dan Australia.
d)Bioma Hutan Gugur
Ciri khas dari bioma ini adalah warna daun yang berwarna oranye keemasan. Hal ini disebabkan karena pendeknya hari sehingga merangsang tanaman menarik klorofil dari daun sehingga diisi pigment lain. Jenis vegetasi yang tumbuh adalah quercus (oak), acer (maple), castanea dan lain-lain. Tersebar di Eropa Barat, Eropa Tengah, Asia Timur (Korea dan Jepang) dan Timur Laut Amerika. Vegetasi jenis ini hanya dapat ditemui di Benua Eropa serta Asia Timur, karena vegetasi ini hidup pada kawasan subtropis dengan iklim semi selama enam bulan serta mengalami musim gugur saat musim kering sampai musim dingin.
e)Bioma Savana
Bioma savana beriklim asosiasi antara iklim tropis basah dan iklim kering yang terbentang dari kawasan tropika sampai subtropik. Daerah tropika sampai subtropika dengan curah hujan yang tidak teratur menyebabkan tanah di daerah tersebut mempunyai tingkat kesuburan sangat rendah. Vegetasi yang tumbuh adalah rumput-rumputan, seperti gramineae jenis rumput yang hidup sepanjang tahun dengan ketinggian rumput mencapai 2,5 m lebih. Bioma ini tersebar di Afrika Timur, Amerika Tengah, Australia, dan Asia Timur.
Indonesia memiliki 2 bioma yaitu bioma hutan hujan tropis dan savanna. Dimana banyak terdapat tumbuhan endemik dan kosmopolit. Di bioma hutan hujan tropis sendiri banyak di ketemukan tumbuhan endemik yang hanya dapat tumbuh di Indonsia misalnya saja:
1. Bunga bangkai (Amorphophalus titanum) di Sumatera
2. Rafflesia arnoldi di Sumatra
3. Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata) di Kalimantan
4. Kayu Eboni (Diospyros sp) di Sulawesi
5. Kayu Cendana (Santalum album) di Nusa Tenggara
6. Sagu (Metroxylon sagu) di Papua
7. Matoa (Pometia pinnata)
8. Rafflesia borneensis di Kalimantan
9. Rafflesia cilliata di Kalimantan Timur
10. Rafflesia horsfilldii di Jawa
11. Rafflesia patma di Nusa Kambangan dan Pangandaran
12. Sawo Kecik (Manilkara Kauki) Di Jawa
13. Bambu manggong (Gigantochloa manggong) di Jawa
14. Ketapang (Terminalia cattapa)
Saat ini, jumlah tumbuhan endemik di Indonesia khususnya telah mengalami kepunahan maka dari itu perlu dilakukan beberapa cara seperti melakukan perlindungan – perlindungan pada tanaman endemik. Beberapa cara tersebut adalah :
1.Mendirikan cagar alam untuk melindungi tumbuhan endemik
2.Penguatan upaya pemerintah melindungi tumbuhan endemik
3.Memperbanyak spesies tumbuhan endemik misalnya dengan cara kultur jaringan
4.Sosialisasi pada masyarakat akan pentingnya melindungi tumbuhan endemik



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Endemik atau endemis berarti eksklusif asli pada suatu tempat (biota). Suatu jenis tumbuhan dikatakan endemik apabila keberadaannya unik di suatu wilayah dan tidak ditemukan di wilayah lain secara alami. Kebalikan dari endemik adalah kosmopolit yang berarti dapat ditemukan di tempat luas. Jenis endemik adalah jenis yang ditemukan secara eksklusif pada suatu lokasi yang memiliki sifat-sifat spesifik, misalnya tanah serpentin. Sedangkan jenis kosmopolit merupakan kebalikan dari jenis endemik. Artinya dapat ditemukan di tempat luas.
Tumbuhan endemik adalah tumbuhan yang daerah distribusinya sempit atau hanya terdapat di daerah tertentu, contohnya Cendana dan Raflesia arnoldi.. Tumbuhan kosmopolit adalah tumbuhan yang daerah distribusinya luas atau terdapat dimana-mana. Contohnya rumput dan lumut. Beberapa hal yang menyebabkan penyebaran jenis endemik adalah cuaca, keadaan tanah, curah hujan dan kelembapan.
3.2 Saran
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil manfaat tentang jenis endemik dan kosmopolit yang ada di biosfer serta bagaimana penyebaran yang dilakukan dari tumbuhan endemik dan kosmopolit sehingga dapat memberikan wawasan kepada pembaca. Serta dengan membaca makalah ini diharapkan pembaca menyadari akan pentingnya untuk menjaga tumbuhan – tumbuhan endemik yang hamper punah.


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2010. http://zogakurniawan.blogspot.com/2010/02/macam-macam-bioma-di-dunia.html
( diakses 17 Oktober 2010 )
Anonymous. 2010 .http://biologimanzapo.blogspot.com/2010/02/reproduksi-pada-tumbuhan.html ( 17 Oktober 2010 )
Anonymous. 2010. http://blog.unila.ac.id/istafada/2010/05/24/120/comment-page-1/
( 17 Oktober 2010 )
Anonymous. 2010. http://iwandrsgeo81.wordpress.com/
( 17 Oktober 2010 )
Anonymous. 2010. http://tedbio.multiply.com/journal/item/29/Biogeografi
( 23 Oktober 2010 )
Anonymous. 2010. http://riyn.multiply.com/journal/item/15
( 23 Oktober 2010 )
Pratiwi, D.A dkk. 2007. Biologi SMA. Erlangga: Jakarta

FAKTOR – FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPERAN DALAM EKOLOGI TUMBUHAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Proses kehidupan dan kegiatan makhluk hidup termasuk tumbuh-tumbuhan pada dasarnya akan dipengaruhi dan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan, seperti cahaya, suhu atau nutrien dalam jumlah minimum dan maksimum.
Tumbuhan untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik membutuhkan sejumlah nutrien tertentu (misalnya unsur-unsur nitrat dan fosfat) dalam jumlah minimum. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka pertumbuhan dan perkembangannya akan terganggu. Dalam hal ini unsur-unsur tersebut sebagai faktor ekologi berperan sebagai faktor pembatas.
Pengaruh faktor-faktor lingkungan dan kisarannya untuk suatu tumbuh-tumbuhan berbeda-beda, karena satu jenis tumbuhan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda menurut habitat dan waktu yang berlainan. Tetapi pada dasarnya secara alami kehidupannya dibatasi oleh jumlah dan variabilitas unsur-unsur faktor lingkungan tertentu (seperti nutrien dan faktor fisik, misalnya suhu udara) sebagai kebutuhan minimum, dan batas toleransi tumbuhan terhadap faktor atau sejumlah faktor lingkungan tersebut.
1.2Rumusan Masalah
Bardasarkan latar masalah di atas, maka rumusan masalah yang dapat kami susun adalah sebagai berikut :
1.Bagaimana terjadinya faktor lingkungan sebagai faktor pembatas?
2.Bagaimana terjadinya fotoperiodisme sebagai faktor pembatas?
3. Apa saja faktor Biotik yang menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan?
4.Apa saja faktor Abiotik yang menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan?
5.Apakah bahan organik dan Anorganik dalam tanah juga sebagai faktor pembatas?

1.3 Tujuan Masalah
Dalam rumusan masalah di atas terdapat beberapa tujuan dan manfaat diantaranya:
1.Memahami bagaimana terjadinya factor lingkungan sebagai faktor pembatas.
2.Mengetahui bagaimana terjadinya fotoperiodisme sebagai factor pembatas.
3.Menjelaskan apa saja faktor biotik yang menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan.
4.Mengetahui apa saja faktor Abiotik yang menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan.
5.Memahami apakah bahan organik dan Anorganik dalam tanah juga menjadi factor pembatas bagi tumbuhan.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lingkungan Sebagai Faktor Pembatas
Pengertian tentang faktor lingkungan sebagai faktor pembatas kemudian dikenal sebagai Hukum faktor pembatas, yang dikemukakan oleh F.F Blackman, yang menyatakan: jika semua proses kebutuhan tumbuhan tergantung pada sejumlah faktor yang berbeda-beda, maka laju kecepatan suatu proses pada suatu waktu akan ditentukan oleh faktor yang pembatas pada suatu saat. 
Dalam ekologi pernyataan taraf relatif terhadap faktor-faktor lingkungan dinyatakan dengan awalan steno (sempit) atau eury (luas) pada kata yang menjadi faktor lingkungan tersebut. Misalnya toleransi yang sempit terhadap suhu udara disebut stenotermal atau toleransi yang luas terhadap kadar pH tanah, disebut euryionik.
Pengaruh faktor-faktor lingkungan dan kisarannya untuk suatu tumbuh-tumbuhan berbeda-beda, karena satu jenis tumbuhan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda menurut habitat dan waktu yang berlainan. Tetapi pada dasarnya secara alami kehidupannya dibatasi oleh: jumlah dan variabilitas unsur-unsur faktor lingkungan tertentu (seperti nutrien dan faktor fisik, misalnya suhu udara) sebagai kebutuhan minimum, dan batas toleransi tumbuhan terhadap faktor atau sejumlah faktor lingkungan tersebut.
Faktor-faktor lingkungan sebagai faktor pembatas ternyata tidak saja berperan sebagai faktor pembatas minimum, tetapi terdapat pula faktor pembatas maksimum. Bagi tumbuhan tertentu misalnya faktor lingkungan seperti suhu udara atau kadar garam (salinitas) yang terlalu rendah/sedikit atau terlalu tinggi/banyak dapat mempengaruhi berbagai proses fisiologinya. Faktor-faktor lingkungan tersebut dinyatakan penting jika dalam keadaan minimum, maksimum atau optimum sangat berpengaruh terhadap proses kehidupan tumbuh-tumbuhan menurut batas-batas toleransi tumbuhannya.
Lingkungan sebagai suatu faktor ekologi yang terdapat di sekitar tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lainnya dapat terdiri dari lingkungan biotik dan abiotik. Lingkungan biotik (makhluk hidup) adalah lingkungan yang terdiri dari semua unsur makhluk hidup yang ada (tumbuhan, hewan atau mikrobiota) dan lingkungan tak hidup (abiotik), misalnya habitat, air, dan cahaya.
2.2Fotoperiodisme Sebagai Faktor Pembatas
Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari. Contoh dari fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya daun, dan dormansi.
Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperiodisme akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim dingin.
Berdasar respon tanaman terhadap fotoperiode, Wilsie (1962) dan Daubenmire (1959) membagi tanaman atas tiga golongan yaitu:
Tanaman berhari pendek
Tanaman berhari panjang
Tanaman berhari netral

a)Tanaman Berhari Pendek
Tanaman berhari pendek ialah tanaman yang hanya dapat berbunga bila panjang hari kurang dari nilai kritis (panjang hari maksimum). Panjang hari maksimum berkisar antara 12 jam sampai 14 jam (Daubenmire, 1959).
Tanaman yang berhari pendek akan mengalami pertumbuhan vegetative terus menerus apabila panjang hari melewati nilai kritis, dah akan berbunga di hari pendek di akhir musim panas dan musim gugur. Tetapi tanaman berhari pendek tidak berbunga di hari pendek di awal musim semi, dan akan berbunga di hari pendek pada akhir musim panas. Hal ini disebabkan karena suhu tidak cukup hangat untuk melanjutkan pertumbuhan ke fase reproduktif. Disamping itu pertumbuhannya vegetative yang tersedia pada saat itu belum mencukupi untuk mengantarkan tanaman kepembungaan, disamping benyak system (hormone, enzim dan lain-lain) juga belum siap.
Tanaman yang tidak peka terhadap fotoperiode yang tergolong berhari pendek, biasanya mempunyai sifat fisiologis yang menonjol daripada sifat yang ditimbulkan oleh pengaruh ligkungan. Misalnya pembungaan dan pembuahan akan lebih dipengaruhi oleh ketersediaan asimilat dan sistem hormone dalam tubuhnya. Tanaman yang peka terhadap fotoperiode, pembungaan dan pembentukan buahnya sangat ditentukan oleh panjangnya hari sebesar 15 menit saja sudah berarti bagi terbentuknya bunga.
b)Tanaman berhari panjang
Tanaman berhari panjang adalah tanaman yang menunjukkan respon berbunga lebih cepat bila panjang hari lebih panjang dari panjang hari minimum (kritis) tertentu, atau disebut pula tanaman bermalam pendek yakni Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.
Tanaman berhari panjang yang berasal dari zone sedang (temperate) akan berbunga dalam bulan mei dan juli apabila panjang siang selama 15 jam. Sebagai contoh tanaman berhari panjang adalah spinasi (spinacia oler acea L) Barley (Hordeum spp), Rey (Secale cereale), Bit gula (Beta vulgaris), Alfalfa dan lain-lain. Tarwe winter (Triticum aestivum) yang tergolong tanaman berhari panjang menghendaki lama penyinaran lebih dari 14 jam sehari dan untuk berkecambah memerlukan suhu rendah. Sedangkan pertumbuhan selanjutnya sampai berbunga dan berbuah menghendaki suhu yang lebih tinggi dan hari-hari panjang. Bila syarat-syarat yang dikehendakinya tidak terpenuhi, maka tarwe winter tidak dapat menghasilkan bunga dan buah. Kombinasi suhu dan panjang hari yang mengontrol pertumbuhan vegetatif dan generatif pada beberapa jenis tanaman hari panjang sebenarnya dapat diciptakan dengan perlakuan-perlakuan terhadap tanaman. Misalnya penyinaran singkat di malam hari untuk memperpendek periode gelap. Percobaan-percobaan seperti ini dapat mempengaruhi perbungaan, khususnya pada tanaman yang menghendaki panjang siang lebih dari 15 jam. Perlakuan vernalisasi pada biji tarwe winter akan berkecambah akan menyebabkan proses yang menginduksi kecambah ke arah pertumbuhan menuju pembentukan primordia bunga. Karena biji tarwe winter pada saat berkecambah juga memerlukan fase gelap yang lebih panjang (hari pendek), maka selain vernalisasi, untuk mengantarkan tanaman ini ketahap pembungaan juga diperlukan perlakuan gelap buatan. Sedangkan hari panjang dan suhu tinggi yang diharapkan untuk pertumbuhan vegetatif dapat dibuat dengan penyinaran singkat pada malam hari dengan lampu listrik yang berkapasitas 50 watt setiap meter bujur sangkar selama lebihkurang 5 jam.
c)Tanaman Berhari Netral
Tanaman berhari netral (intermediate) adalah tanaman yang berbunga tidak dipengaruhi oleh panjang hari. Tanaman intermediate dalam zona sedang bisa berbunga dalam beberapa bulan. Tetapi tanaman yang tumbuh di daerah tropik yang mengalami 12 jam siang dan 12 jam malam dapat berbunga terus menerus sepanjang tahun. Oleh karena itu tanaman yang tumbuh di daerah tropik pada umumnya adalah tanaman intermediate.
Yang tergolong tanaman intermediate adalah kapas (Gossypium hirsutum), tembakau (Nicotiana tobaccum), bunga matahari (Helianthus annus), tomat dan lain sebagainya. Tanaman intermediate memerlukan pertumbuhan vegetatif tertentu sebagai tahap untuk menuju tahap pembungaan tanpa dipengaruhi oleh fotoperiode.
Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup di kondisi fotoperiodisme yang tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan vegetatif. Di daerah khatulistiwa, tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperiodisme ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor- faktor lainnya dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi tidak merupakan faktor pembatas.

2.3 Faktor Biotik sebagai Faktor Pembatas
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer.
Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup adalah sebagai berikut. Perhatikan Gambar.

Gbr. Tingkatan Organisasi Makhluk Hidup
a)Individu
Individu merupakan organisme tunggal seperti : seekor tikus, seekor kucing, sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia. Dalam mempertahankan hidup, setiap jenis dihadapkan pada masalah-masalah hidup yang kritis. Misalnya, seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri terhadap musuh alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, organisme harus memiliki struktur khusus seperti : duri, sayap, kantung, atau tanduk. Hewan juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau melakukan migrasi yang jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku demikian disebut adaptasi.
Ada bermacam-macam adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya, yaitu: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.
1). Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi merupakan penyesuaian bentuk tubuh untuk kelangsungan hidupnya. Contoh adaptasi morfologi, antara lain sebagai berikut.
a.Gigi-gigi khusus
Gigi hewan karnivora atau pemakan daging beradaptasi menjadi empat gigi taring besar dan runcing untuk menangkap mangsa, serta gigi geraham dengan ujung pemotong yang tajam untuk mencabik-cabik mangsanya.
b.Moncong
Trenggiling besar adalah hewan menyusui yang hidup di hutan rimba Amerika Tengah dan Selatan. Makanan trenggiling adalah semut, rayap, dan serangga lain yang merayap. Hewan ini mempunyai moncong panjang dengan ujung mulut kecil tak bergigi dengan lubang berbentuk celah kecil untuk mengisap semut dari sarangnya. Hewan ini mempunyai lidah panjang dan bergetah yang dapat dijulurkan jauh keluar mulut untuk menangkap serangga
c.Paruh
Elang memiliki paruh yang kuat dengan rahang atas yang melengkung dan ujungnya tajam. Fungsi paruh untuk mencengkeram korbannya.
d.Daun
Tumbuhan insektivora (tumbuhan pemakan serangga), misalnya kantong semar, memiliki daun yang berbentuk piala dengan permukaan dalam yang licin sehingga dapat menggelincirkan serangga yang hinggap. Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan ini memperoleh unsur yang diperlukan.
e.Akar
Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang, berfungsi untuk menyerap air yang terdapat jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernapas.
2. Adaptasi fsiologi
Adaptasi fisiologi merupakan penyesuaian fungsi fisiologi tubuh untuk mempertahankan hidupnya. Contohnya adalah sebagai berikut.
a.Kelenjar bau
Musang dapat mensekresikan bau busuk dengan cara menyemprotkan cairan melalui sisi lubang dubur. Sekret tersebut berfungsi untuk menghindarkan diri dari musuhnya.
b.Kantong tinta
Cumi-cumi dan gurita memiliki kantong tinta yang berisi cairan hitam. Bila musuh datang, tinta disemprotkan ke dalam air sekitarnya sehingga musuh tidak dapat melihat kedudukan cumi-cumi dan gurita.

c.Mimikri pada kadal
Kulit kadal dapat berubah warna karena pigmen yang dikandungnya. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh faktor dalam berupa hormon dan faktor luar berupa suhu serta keadaan sekitarnya.

3. Adaptasi tingkah laku
Adaptasi tingkah laku merupakan adaptasi yang didasarkan pada tingkah laku. Contohnya sebagai berikut :
a.Pura-pura tidur atau mati
Beberapa hewan berpura-pura tidur atau mati, misalnya tupai Virginia. Hewan ini sering berbaring tidak berdaya dengan mata tertutup bila didekati seekor anjing.
b.Migrasi
Ikan salem raja di Amerika Utara melakukan migrasi untuk mencari tempat yang sesuai untuk bertelur. Ikan ini hidup di laut. Setiap tahun, ikan salem dewasa yang berumur empat sampai tujuh tahun berkumpul di teluk disepanjang Pantai Barat Amerika Utara untuk menuju ke sungai. Saat di sungai, ikan salem jantan mengeluarkan sperma di atas telur-telur ikan betinanya. Setelah itu ikan dewasa biasanya mati. Telur yang telah menetas untuk sementara tinggal di air tawar. Setelah menjadi lebih besar mereka bergerak ke bagian hilir dan akhirnya ke laut.
B. Populasi
Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu disebut populasi Misalnya, populasi pohon kelapa dikelurahan Tegakan pada tahun 1989 berjumlah 2552 batang.
Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan perubahan dalam populasi. Misalnya, tahun 1980 populasi Pinus di Tawangmangu ada 700 batang. Kemudian pada tahun 1990 dihitung lagi ada 500 batang pohon Pinus. Dari fakta tersebut kita lihat bahwa selama 10 tahun terjadi pengurangan pohon pinus sebanyak 200 batang pohon. Untuk mengetahui kecepatan perubahan maka kita membagi jumlah batang pohon yangberkurang dengan lamanya waktu perubahan terjadi :
700 - 500 = 200batang = 20 batang/tahun
1990-1980 10 tahun
Dari rumus hitungan di atas kita dapatkan kesimpulan bahwa rata-rata berkurangnya pohon tiap tahun adalah 20 batang. Akan tetapi, perlu diingat bahwa penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi ada berbagai hal. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya karena tebang pilih. Namun, pada dasarnya populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik ini antara lain : kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnya hewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme ke daerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organism, di daerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi. Emigrasi adalah peristiwa ditinggalkannya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme, sehingga populasi akan menurun. Secara garis besar, imigrasi dan natalitas akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan mortalitas dan emigrasi akan menurunkan jumlah populasi. Populasi hewan atau tumbuhan dapat berubah, namun perubahan tidak selalu menyolok. Pertambahan atau penurunan populasi dapat menyolok bila ada gangguan drastis dari lingkungannya, misalnya adanya penyakit, bencana alam, dan wabah hama.
C. Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.


D. Ekosistem
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme).
2.4 Faktor Abiotik Sebagai Faktor Pembatas
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik utama yang mempengaruhi ekosistem adalah sebagai berikut.
a.Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai dkk (1998) suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme.
Aspek Fisiologis Suhu
Kisaran suhu di alam antara -273˚C sampai berjuta-juta ˚C (di pusat matahari). Untuk pertumbuhan tanaman diperlukan suhu antara 15˚C sampai 40˚C. Di bawah suhu 15˚C atau di atas suhu 40˚C pertumbuhan tanaman menurun secara drastis. Suhu akan mengaktifkan proses fisik dan proses kimia pada tanaman. Energi panas dapat menggiatkan reaksi-reaksi biokimia pada tanaman atau reaksi fisiologis dikontrol oleh selang suhu tertentu.
Suhu meningkatkan perkembangan tanaman sampai batas tertentu. Hubungan suhu dengan pertumbunhan tanaman menunjukkan hubungan yang linear sampai batas tertentu, setelah tercapai titik maksimum (puncak) hubungan kedua variabel itu menunjukkan hubungan parabolik.
Pada suhu rendah (minimum) pertumbuhan tanaman menjadi lambat bahkan berhenti, karena kegiatan enzimatis dikendalikan oleh suhu. Suhu tanah yang rendah akan berakibat absorpsi air dan unsur hara terganggu, karena transpirasi meningkat dan akan mengakibatkan rusaknya batang, daun muda, tunas, bunga dan buah. Besarnya kerusakan organ atau jaringan tanaman akibat suhu rendah tergantung pada keadaan air, keadaan unsur hara, morfologis dan kondisi fisiologis tanaman.
Tanaman akan cepat tua bila suhu berada di atas suhu optimum pada tahap vegetatif, tetapi apabila suhu tinggi pada fase menjelang panen maka pengaruh suhu tinggi tidak kentara. Proses penuaan mencerminkan perbedaan translokasi asimilat dari batang keumbi dan diperlambat dengan mengghilangkan tekanan lingkungan, misalnya suhu di atas optimum atau intensitas cahaya lebih dari 1.200 food-candles.
b.Cahaya matahari
Cahaya matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Cahaya matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis. Cahaya Optimal bagi Tumbuhan Kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan terpenuhi bila cahaya melebihi titik kompensasinya
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supra optimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi, kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam.
Besarnya energi matahari yang diterima oleh tanaman tidak sama dari musim ke musim dan latitude ke latitude lainnya. Tetapi besarnya energi matahari yang diterima tanaman (tumbuhan) setiap tahunnya pada latitude yang sama tidak sama bervariasi dan besarnya energi matahari yang ditangkap tanaman untuk jenis tanaman yang berbeda, juga akan berbeda-beda pula.
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem. Ada tiga aspek penting yang perlu dikaji dari faktor cahaya, yang sangat erat kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu:
a) Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang.
b) Intensitas cahaya atau kandungan energi dari cahaya.
a)Kualitas Cahaya
Secara fisika, radiasi matahari merupakan gelombang- gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombang- gelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang mencolok antara satu tempat dengan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi yang penting.
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 – 7,6 mikron. Klorofil yang berwarna hijau mengasorpsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah yang merupakan bagian dari spectrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis.
Pada ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis. Pada ekosistem perairan, cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di permukaan sehingga cahaya hijau akal lewat atau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah dan sangat sulit untuk diserap oleh fitoplankton.
Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum jelas. Yang jelas cahaya ini dapat merusak atau membunuh bacteria dan mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan (menjadi terhambat), contohnya yaitu bentuk- bentuk daun yang roset, terhambatnya batang menjadi panjang.



b) Intensitas cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial maupun dalam waktu/temporal.
Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmosfer yang terpanjang ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
Kepentingan Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan dann mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat sekali dapat merusak enzim akibat foto- oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme terutama kemampuan di dalam mensisntesis protein.
Titik Kompensasi
Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila semua faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu.
Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat), dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.
Heliofita dan Siofita
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat –tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi disebut tumbuhan heliofita. Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik kompensasi yang rendah pula disebut tumbuhan yang senang teduh (siofita), metabolisme dan respirasinya lambat. Salah satu yang membedakan tumbuhan heliofita dengan siofita adalah tumbuhan heliofita memiliki kemampuan tinggi dalam membentuk klorofil.
Cahaya Optimal bagi Tumbuhan
Kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan terpenuhi bila cahaya melebihi titik kompensasinya.
Adaptasi Tumbuhan terhadap Cahaya Kuat
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristika yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi, kloroplasnya berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Antosianin berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam.
c.Air
Air juga berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
Adapun pengaruh kadar air terhadap pertumbuhan tanaman seperti halnya selama siklus hidup tanaman, mulai dari perkecambahan sampai panen selalu membutuhkan air. Tidak satupun proses kehidupan tanaman yang dapat bebasdari air. besarnya kebutuhan air setiap fase pertumbuhan selama siklus hidupnya tidak sama. Hal ini berhubungan langsung dengan proses fisiologis, morfologis dan kombinasi ke dua faktor di atas dengan factor-faktor lingkungan.
Ada beberapa fungsi air bagi tanaman yaitu :
Merupakan unsur penting dari protoplasma, terutama pada jaringan meristematik.
Sebagai pelarut dalamproses fotosintesa dan proses hidrolitik, seperti perubahan pati menjadi gula.
Bagian yang esensial dalam menstabilkan turgor sel tanaman.
Pengatur suhu bagi tanaman, karena air mempunyai kemampuan menyerap panas yang baik.
Transport bagi garam-garam, gas dan material lainnya dalam tubuh tanaman.
Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanaman dengan jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap oleh akar tanaman sangat tergantung pada kadar air tanah dan kondisi lingkungan di atas tanah.

d). Api
Jika kita menelusuri sebenarnya sumber energi api diperoleh dari matahari. Mahluk apakah yang pertama kali menangkap & men’jebak’ energi tersebut? Tiada lain adalah tumbuhan. Kita patut bersyukur pada Tuhan karena telah menciptakan suatu zat hijau daun (klorofil) di dalam jaringan daun. Lewat klorofil inilah energi matahari ini diubah menjadi energi kimia. Proses ini kita kenal dengan istilah Fotosintesis. Energi kimia yang dihasilkan disimpan dengan baik. Jika tumbuhan mati akan jadi cadangan batubara, minyak dan energi lain untuk beberapa ratus tahun mendatang. Ini adalah material dasar dimana api muncul.
Tak terbayangkan jika tumbuhan sudah tidak punya klorofil. Tak ada yang menangkap energi matahari. Tak ada lagi proses fotosintesis. Tumbuhan lama kelamaan punah. Kalau tak ada tumbuhan, bagaimana hewan bisa bertahan hidup? Jika sudah tak ada tumbuhan & hewan, tentu, manusia pun berangsur-angsur akan punah. Tanpa kita sadari, bumi ini beserta seluruh kehidupan di dalamnya amat bergantung pada tumbuhan. Banyak sekali disiplin ilmu yang bergantung pada mahluk yang satu ini. Sebut saja, Phitologi, Phitografi, Fisiologi tumbuhan/ hewan, Ekologi, Kimia bahkan ilmu Geologi. Jadi begitulah rupanya Tuhan kaitkan antara api & tumbuhan. Seperti yang telah dijelaskan dalam surah yaasin ayat : 80 yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu. Dibalik setiap pantikan api lewat sebatang korek api yang kita nyalakan ternyata ada jalur-jalur rahasia & rumit yang dilalui agar cahaya panas yang tepercik bisa menerangi setiap ruang-ruang dalam rumah kita. Inilah keajaiban tumbuhan.
Api berdampak negatif terhadap tanah, padahal di situlah tanaman ditumbuhkan. Tanah menyediakan hampir seluruh kebutuhan hara bagi tanaman, kecuali C, H, O dan N. Unsur-unsur ini banyak disumbang dari udara dan hujan (atmosfer), sungguh pun juga bisa didapat dan tersimpan di dalam tanah. Unsur hara saling berinteraksi antara satu dengan lainnya membentuk senyawa. Ketersediaan dan sifat senyawa ditentukan oleh sifat-sifat tanah. Bahkan tanah terbentuk dari berbagai senyawa itu. Tidak ada yang lebih penting, sifat tanahnya atau ketersediaan haranya bagi tanaman. Semuanya penting dan saling mempengaruhi.
Tanah yang subur menyediakan makanan optimum bagi tanaman, sehingga akan menghasilkan produktivitas tinggi. Pada tanah kurang atau tidak subur, perlu ditambah (masukan) hara agar menjadi subur, seperti memberi pupuk. Jadi, kalau kita memupuk, sebenarnya adalah memupuk tanah, bukan memupuk tanaman. Tanaman mengambil hara tambahan dari pupuk melalui tanah.
Begitu pentingnya tanah dalam menyediakan kebutuhan “segalanya” bagi tanaman, maka ia perlu dijaga dari kerusakan, dan ditingkatkan kualitasnya, termasuk mencegah dari kebakaran.
Pada tanah-tanah bekas kebakaran, diperlukan penanganan tambahan apabila kita ingin mendapatkan hasil tanaman yang baik. Prinsipnya adalah membuat tanah cepat dalam proses dekomposisi dan perkembangannya. Salah satu caranya adalah dengan menambahkan bahan organik. Dr. Bambang Hero menyarankan, agar memacu produksi serasah yang jatuh (litterfall) untuk menutupi lantai hutan dan menambah bahan organik tanah, diantaranya dengan penanaman menggunakan jarak tanam yang rapat.
Kebakaran pada hutan tanaman A. mangium yang telah menghasilkan buah, akan mengakibatkan biji yang tersimpan dalam tanah mengalami skarifikasi. Hal ini memicu biji untuk mengakhiri masa dormansinya, kemudian berkembang menjadi semai dan akhirnya tumbuh ke atas permukaan tanah. Jumlah anakan alam ini bisa mencapai lebih dari 2,5 juta anakan/ha. Pengalaman kita menunjukkan, kejadian ini akan mengakibatkan susahnya penanganan dalam perawatan tanaman.
Api berdampak negatif bagi tanah. Salah satunya adalah tanah menjadi tidak subur. Tanaman yang ditumbuhkan pada tanah tidak subur mempunyai produktivitas yang rendah.



e). Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan. Tanah sangat penting peranannya bagi kahidupan di bumi salah satunya tumbuhan, tanah juga mempunyai struktur yang berongga yang berguna untuk akar tumbuhan untuk bernapas dan tumbuh, tanah juga mempunyai fungsi penting untuk menyimpan air dan menekan erosi.
Beberapa Fungsi tanah bagi tanaman yaitu :
1. Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran.
2. Penyedia kebutuhan primer tanaman.
3. Penyedia kebutuhan skunder tanaman.
4. Sebagai tempat hidup biota tanah.
Tanah juga berfungsi melindungi tanaman dari serangan hama & penyakit dan dampak negatif dari pestisida maupun limbah industri yang berbahaya yang terdapat di sekitar tanaman.
f). Ketinggian
Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang berbeda.
Tinggi tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman. Menurut Guslim (2007) Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut. Demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. Suhu dan penyinaran inilah yang nantinya akan digunakan untuk menggolongkan tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran rendah.
Ketinggian tempat dari permukaan laut juga sangat menentukan pembungaan tanaman. Tanaman berbuahan yang ditanam di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingkan dengan yang ditanam pada dataran tinggi (Ashari,2006).
Perubahan suhu tentunya mengakibatkan perbedaan jenis tumbuhan pada wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan ketinggian tempatnya. Maka berdasarkan iklim dan ketinggian tempat.
g).Angin
Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu.
Angin secara tidak langsung mempunyai efek penting pada produksi tanaman pangan. Energi angin merupakan perantara dalam penyebaran tepung sari pada penyerbukan alamiah, tetapi angin juga dapat menyebarkan benih rumput liar dan melakukan penyerbuka silang yang tidak diinginkan. Angin yang terlalu kencang juga akan menggangu penyerbukan oleh serangga.
Angin dapat membantu dalam menyediakan karbon dioksida yang membantu pertumbuhan tanaman, selain itu juga mempengaruhi suhu dan kelembaban tanah. Namun pada saat musim kemarau di beberapa daerah di Indonesia bertiup angan fohn yang dapat merusak karena bersifat kering dan panas. Pada siang hari didaerah sekitar pantai, angin laut dapat menyebabkan masalah karena angin ini membawa butiran garam yang dapat merusak daun.
h). Garis lintang
Garis lintang adalah garis yang melintang membagi bola bumi (globe) menjadi dua, yaitu bagian utara dan bagian selatan garis khatulistiwa. Pengukurannya dalam derajat, menit dan detik serta ditulis dalam singkatan, misalnya 55o 53’ 10” U. Titik di utara garis katulistiwa dinamakan Lintang Utara sedangkan titik di selatan katulistiwa dinamakan Lintang Selatan.
Garis Lintang menandakan perbedaan zona iklim di bumi. Daerah diantara garis Khatulistiwa yang diapit oleh garis CANCER dan garis CAPRICORN (antara 23,27 o LU – 23,27 o LS) disebut daerah tropis, karena di sanalah sepanjang waktu matahari bersinar pada siang hari, di daerah ini hanya dikenal 2 musim yaitu musim panas dan penghujan. Sementara daerah antara 23,27o LU dan 66,33oLU serta antara 23,27oLS dan 66,33oLS disebut daerah sub-tropis, di daerah ini dapat terjadi 4 musim yaitu musim panas, musim gugur, musim dingin, dan musim semi.
Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja.
2.5 Bahan Organik dan Anorganik dalam Tanah Sebagai Faktor Pembatas
Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergera Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.
Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi.
Adapun sifat fisika tanah yaitu :
Tanah mempunyai beberapa karakteristik yang terbagi dalam tiga kelompok diantaranya adalah sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik tanah antara lain adalah tekstur, permeabilitas, infiltrasi, dll. Setiap jenis tanah memiliki sifat fisik tanah yang berbeda. Usaha untuk memperbaiki kesuburan tanah tidak hanya terhadap perbaikan sifat kimia dan biologi tanah tetapi juga perbaikan sifat fisik tanah. Perbaikan keadaan fisik tanah dapat dilakukan dengan pengolahan tanah, perbaikan struktur tanah dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Selain itu sifat fisik tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar dalam tanah, retensi air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman. Sifat fisik tanah juga mempengaruhi sifat kimia dan biologi tanah.
adapun Sifat fisik tanah : tekstur, struktur, kepadatan tanah, porositas, konsistensi, warna, air tanah, temperatur, aerasi.
Tanah terdiri dari 3 komponen yaitu :
1)Komponen padatan yang terdiri atas mineral, anorganik dan bahan organik.
2)Komponen cair (liquid) terdiri atas air, ion yang terlarut, molekul, gas yang secara kolektif disebut : cairan tanah (soil solution).
3)Komponen gas tanah seperti gas atmosfer di atas tanah tetapi berbeda proporsinya.
Volume tanah = volume pori (air, gas) + volume padatan = konstan untuk tanah yang tidak mengembang/swelling Tanah berswelling tidak konstan tergantung dari kandungan airnya. Tanah ideal = 50% padatan dan 50% pori (45% bahan anorganik, 5% organik). Pori = makro berisi udara atmosfer berisi air (air ditahan oleh gaya adhesi partikel tanah dengan air melawan gaya gravitasi.
Untuk analisis diperlukan berat tanah kering mutlak. Caranya dengan mengringovenkan pada suhu 105°C selama 48 jam yang dikenal dengan nama oven-dry-weight. Jumlah kalsium, potassium, bahan organik, air tanah dihitung berdasarkan oven-dry-weight.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengertian tentang faktor lingkungan sebagai faktor pembatas kemudian dikenal sebagai Hukum faktor pembatas, yang dikemukakan oleh F.F Blackman, yang menyatakan: jika semua proses kebutuhan tumbuhan tergantung pada sejumlah faktor yang berbeda-beda, maka laju kecepatan suatu proses pada suatu waktu akan ditentukan oleh faktor yang pembatas pada suatu saat.
Pengaruh faktor-faktor lingkungan dan kisarannya untuk suatu tumbuh-tumbuhan berbeda-beda, karena satu jenis tumbuhan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda menurut habitat dan waktu yang berlainan. Tetapi pada dasarnya secara alami kehidupannya dibatasi oleh: jumlah dan variabilitas unsur-unsur faktor lingkungan tertentu (seperti nutrien dan faktor fisik, misalnya suhu udara) sebagai kebutuhan minimum, dan batas toleransi tumbuhan terhadap faktor atau sejumlah faktor lingkungan tersebut.
Lingkungan sebagai suatu faktor ekologi yang terdapat di sekitar tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lainnya dapat terdiri dari lingkungan biotik dan abiotik. Lingkungan biotik (makhluk hidup) adalah lingkungan yang terdiri dari semua unsur makhluk hidup yang ada (tumbuhan, hewan atau mikrobiota) dan lingkungan tak hidup (abiotik), misalnya habitat, air, dan cahaya.
3.2 Saran
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil manfaat tentang pentingnya mempelajari serta memahami faktor-faktor lingkungan yang berperan dalam ekologi tumbuhan. Sehingga dengan ini kita bisa memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu ekologi tumbuhan dan dapat mengalikasikannya denga mudah.



















DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Evi. 2010. Ilmu Pengetahuan Alam. http://id.wikipedia.org/wiki/Fotosintesis.
Di akses tgl 08 September 2010.
Anonymous, 2010. Biologi. http://cahaya-dalam-kajian-ekologi-tumbuhan.com/.
Di akses tgl 05 September 2010.
Basri Jumin, Hasan Ir. 1992. Ekologi Tanaman. Jakarta : Rajawali Pers.
Resosoedarmo, Soedjiran, dkk. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung : Remaja Karya.

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM EKOLOGI TUMBUHAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Lingkungan hidup makin banyak menarik perhatian masyarakat luas. Baik kalangan pemerintah, universitas, media massa maupun masyarakat umum membicarakanya, nmun buku tentn ekologi tumbuhan masih langka. Metode ilmiah tentang ekologi sebenarnya sama dengan metode ilmiah pada ilmu-ilmu yang lain. Kajian ekologi dimulai dari perumusan masalah. Perumusan masalah ekologi sering didasarkan pada pengamatan proses alamiah.
Pendekatan kajianpun sangat tergantung kepada permasalahan apakah bersifat autekologi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktivitas atau hubungan sebab akibat. Pakar autekologi biasanya memerlukan pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu species tumbuhan, sedangkan pakar senitologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi.
Penelitian Vegetasi dan ekologi, termasuk ekologi tumbuhan, terutama menyangkut eksplorasi flora dan fauna serta inventarisasi, pertelaan berdasarkan pengamatan visual, peri kehidupan, dan sampai tingkat tertentu faktor ekologi. Banyak hasil penelitian ini diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang terbit di Indonesia, antara lain Tropische Natuur, Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, Treubia, Bulletin du Jardin Botanique de Buitenzorg, dan Annales du Jardin Botanique de Buitenzorg

1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.Apa yang dimaksud dengan pendekatan autekologi dan senitologi?
2.Apa yang dimaksud dengan metode fisignomi dan floristika?


1.3Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pendekatan-pendekatan yang dilakukan dan diterapkan dalam ekologi tumbuhan.

1.4Batasan Masalah
Batas-batasan masalah hanya membahas:
1.Mengetahui pengertian dari pendekatan autekologi dan senitologi.
2.Mengetahui pendekatan dengan metode fisignomi dan floristika.




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Autekologi dan Sinekologi
Ekologi dibagi atas dua kelompok yaitu autekologi, dan sinekologi. Autekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara satu individu atau satu spesies dengan alam lingkunganya. Sinekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara beberapa grup individu yang berasosiasi bersama-sama sebagai satu unit dengan alam lingkungannya. Ekologi juga dapat dibagi berdasarkan jenis lingkungan atau habitatnya, yaitu Ekologi Lautan, Ekologi Air Tawar, Ekologi Daratan, Ekologi Hutan, dan sebagainya. Tanpa memperhatikan apakah termasuk autekologi atau sinekologi berdasarkan level organisma Ekologi juga dapat dibagi atas Ekologi Populasi, Ekologi Komonitas, dan Ekologi Ekosistem
Pendekatan kajianpun sangat tergantung kepada permasalahan apakah bersifat autekologi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktivitas atau hubungan sebab akibat. Pakar autekologi biasanya memerlukan pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu species tumbuhan, sedangkan pakar senitologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi.
Kehutanan memerlukan penelaahan tentang komposisi spesies tumbuhan sebagai penunjuk (indicator) potensi dari tapak sebagai bahan bantu dalam menentukan jenis kayu yang ditanam. Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tumbuh – tumbuhan yang hidup bersama dialam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat – sifatnya yang mengkarekterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fisiognomi.
Metode dengan pendekatan secara fisignomi tidak memerlukan identifikasi dari species dan sering lebih berarti hasilnya untuk gambaran vegetasi dengan skala kecil (area yang luas),atau untuk gambaran habitat bagi disiplin ilmu lainnya.misalnya pakar hewan menghendaki deskripsi vegetasi yang dapat dipakai untuk menggambarkan relung atau nisia,habitat dan sumber pakan untuk hewan.
Metode berdasarkan komposisi atau floristika species lebih bermanfaat untuk menggambarkan vegetasi dengan skala besar ( area yang sempit )yang lebih detail,yang biasannya dipergunakan oleh pakar di Eropa daratan dalam klasifikasi vegtasi dan pemetaan pada skala yang besar dan sangat rinci.

2.2 Metode-metode Pendekatan dalam Autekologi dan Senitologi
2.2.1 Metode Fisignomi
Metode dengan pendekatan secara fisignomi tidak memerlukan identifikasi dari species dan sering lebih berarti hasilnya untuk gambaran vegetasi dengan skala kecil (area yang luas),atau untuk gambaran habitat bagi disiplin ilmu lainnya.misalnya pakar hewan menghendaki deskripsi vegetasi yang dapat dipakai untuk menggambarkan relung atau nisia,habitat dan sumber pakan untuk hewan.
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot).
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).
Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
Sedangkan metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
Selain menggunakan kedua metode di atas namun, secara garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua perbedaan yang prinsip, yaitu:
a.Metode diskripsi
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya ( Best,1982:119). Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini penelitian tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal (west, 1982). Di samping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.
b.Metode non diskripsi
Penelitian ini juga sering disebut eksperimen, karena pada penelitian ini penelitian dilakukan secara kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Penelitian eksperimental dapat diartikan sebagai sebuah studi yang objektif, sistematis, dan terkontrol untuk memprediksi atau mengontrol fenomena. Penelitian eksperimen bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat (cause and effect relationship), dengan cara mengekspos satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kondisi eksperimen. Hasilnya dibandingkan dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan (Danim, 2OO2).

2.2.2 Metode Floristika
Metode berdasarkan komposisi atau floristika species lebih bermanfaat untuk menggambarkan vegetasi dengan skala besar ( area yang sempit )yang lebih detail,yang biasannya dipergunakan oleh pakar di Eropa daratan dalam klasifikasi vegtasi dan pemetaan pada skala yang besar dan sangat rinci.
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada faktor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.
Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Pakar ekologi dalam pengetahuan yang memadai tentang sistematik tumbuhan berkecenderungan untuk melakukan pendekatan sacara florestika dalam mengungkapkan suatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan struktur tumbuhan pembntuk vegetasi tersebut. Pendekatan kajianpun sangat tergantung kepada permasalahan apakah bersifat autekologi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktivitas atau hubungan sebab akibat.





















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ekologi dibagi atas dua kelompok yaitu autekologi, dan sinekologi. Autekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara satu individu atau satu spesies dengan alam lingkunganya. Sinekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara beberapa grup individu yang berasosiasi bersama-sama sebagai satu unit dengan alam lingkungannya.
Metode dengan pendekatan secara fisignomi tidak memerlukan identifikasi dari species dan sering lebih berarti hasilnya untuk gambaran vegetasi dengan skala kecil (area yang luas),atau untuk gambaran habitat bagi disiplin ilmu lainnya.misalnya pakar hewan menghendaki deskripsi vegetasi yang dapat dipakai untuk menggambarkan relung atau nisia,habitat dan sumber pakan untuk hewan.
Metode berdasarkan komposisi atau floristika species lebih bermanfaat untuk menggambarkan vegetasi dengan skala besar ( area yang sempit )yang lebih detail,yang biasannya dipergunakan oleh pakar di Eropa daratan dalam klasifikasi vegtasi dan pemetaan pada skala yang besar dan sangat rinci.

3.2 Saran
Berdasarkan penulisan “Pedekatan-pendekatan dalm ekologi tumbuhan” maka dapat disarankan kepada masyarakat bahwa dalam melakukan pendekatan ekologi , khususnya ekologi tumbuahan dapat dilakuan dengan metode-metode yang berhubungan dengan sifat dan kenampakan vegetasi linkungannya. Pembaca disarankan agar bisa mengambil manfaat tentang pentingnya mempelajari pendekatan- pendekatan dalam ekologi tumbuhan. Sehingga, Para pendidik dan peserta didik mampu mengetahui tentang hakekat ekologi tumbuhan secara diskriptif dan non deskriptif.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2009. Metode-metode ekologi tumbuhan. http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/163-penelitian-deskriptif.html Diakses pada tanggal 2 Oktober 2010.
Anonymous, 2009. Pedekatan-pendekatan Ekologi Tumbuhan. www.wikipedis.org.com Diakses pada tanggal 2 Oktober 2010.
Anonymous,2008. Pendekatan Autekologi dan Sinekologi. www.gurungeblog.wordpress.com Diakses pada tanggal 2 Oktober 2010.
Zaif, 2009. Metode-metode Pendekatan Ekologi Tumbuhan. http://zaifbio.wordpress.com/2009/01/page/3/ Diakses pada tanggal 2 Oktober 2010






http://plantekologi.blogspot.com/